Bintaro (07/12/2019) – Pameran kreatif berbasis arsitektur dan desain, Bintaro Design District (BDD) 2019 telah usai dilaksanakan. Pameran tersebut berlangsung selama 10 hari yang berlangsung sejak 28 November 2019 hingga 07 Desember 2019 sebagai Penutupan. Pameran berada disekitar 70-an titik yang tersebar di kawasan Bintaro dan Yayasan Sayap Ibu Cabang Banten (YSIB) dijadikan sebagai titik terakhir dari Pameran tersebut.
Dengan mengangkat tema “Inclusivity” yang berasal dari bahasa Inggris “Inclusive” yang artinya “termasuk di dalamnya”, yang secara istilah berarti menempatkan dirinya ke dalam cara pandang orang lain atau kelompok lain dalam melihat dunia, dengan kata lain berusaha menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain dalam memahami masalah.
Instalasi Diffable atau differently abled adalah sebuah “intro” Proyek Pembangunan Sekolah Khusus Disabilitas Sayap Ibu untuk anak – anak Penyandang Disabilitas Ganda yang merupakan proyek dari Studio Arsitektropis untuk Yayasan Sayap Ibu Cabang Banten. Sebuah instalasi seni di Bintaro Design District ini untuk menunjukkan bahwa arsitektur bukan saja hak sebagian orang untuk hidup lebih baik, melainkan juga termasuk didalamnya hak anak – anak Penyandang Disabilitas mendapatkan hak untuk bertahan hidup.
Instalasi ini berdiri di atas tanah yang akan dibangun oleh Sekolah Ekstensi Yayasan Sayap Ibu. yang ini memungkinkan pengunjung untuk merasakan posisi sebagai anak-anak cacat dalam melakukan kegiatan sehari-hari mereka. Penempatan setiap gerbang dalam instalasi ini menggambarkan program ruang yang dibutuhkan oleh anak-anak penyandang cacat, terutama terkait dengan standar ukuran kelas dan hubungan antara kelas dan toilet yang harus dihubungkan, di mana area ini terdapat partisi dengan bentuk melengkung, di mana sudut ini menggambarkan bahwa setiap sudut ruangan harus memiliki bentuk melengkung untuk mengurangi risiko anak-anak penyandang cacat terluka karena sudut yang tajam.
Permainan warna yang digunakan mewakili emosi dan ekspresi anak-anak dalam menjalani kehidupan di lingkungan mereka, baik hubungan antara anak-anak dengan alam dan masyarakat. Permainan warna ini juga menjadi sudut pandangnya sendiri tentang bagaimana orang-orang dengan kebutaan warna melihat lingkungan mereka dengan warna pucat, sebagian buta warna, hingga buta warna secara keseluruhan.
Di YSIB ini, para pengunjung bisa merasakan langsung kondisi selayaknya ruangan kelas yang cocok untuk para Penyandang Disabilitas dengan menggunakan alat Virtual Reality (VR), pengunjung juga ditantang untuk mencoba berjalan melewati jalur jalan kaki untuk tuna netra dengan kedua matanya ditutup menggunakan penutup mata. Ibu Noes Sritantri S. Suryono, selaku Ketua YSI Pusat yang hadir dalam acara tersebut bersama para Pengurus YSIB juga ikut mencoba tantangan tersebut. “sungguh beruntung kita yang diberikan mata yang normal untuk bisa melihat dengan sempurna, betapa susah dan menderitanya mereka para penyandang tuna netra yang tidak bisa melihat. Kita harus menghargai segala usaha mereka yang terus berjuang bertahan hidup dengan kondisi seperti itu.’ujarnya setelah mencoba tantangan berjalan dengan mata tertutup.
Acara BDD berbarengan juga dengan Agenda Launching “KYO meets YSI Banten” KYO sendiri adalah sekumpulan para mahasiswa Universitas Indonesia dan Universitas Diponegoro yang penuh dengan kreativitas. KYO bekerjasama dengan anak – anak dari YSIB membuat tas hasil karya batik atau tarik benang anak dengan model limited edition. Limited edition karena satu motif tas hanya dibuat satu saja, masing – masing anak mempunyai selera sendiri dalam proses pembuatan batik atau tarik benang untuk tas tadi. Nantinya tas tersebut akan dijual melalui online untuk Indonesia dan mancanegara. Alhamdulillah pada saat lauching telah terjual 3 tas, salah satu pembelinya adalah Ibu Noes Sritantri S. Suryono sebagai wujud menghargai hasil karya anak – anak disabilitas dan tentu kualitasnya tidak kalah saing dengan hasil karya dari orang normal pada umumnya.